Yogyakarta – 27 Oktober 2022
Program Magister Sains dan Doktor (MD) FEB UGM berkolaborasi dengan Departemen Ilmu Ekonomi telah menyelenggarakan acara Brown Bag Seminar dengan topik “Geographic Poverty Trap in Rural Indonesia: Isolation and Disasters” dengan pembicara Bapak Wisnu Setiadi Nugroho, S.E., M.Sc., Ph.D., Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM. Sesi yang luar biasa ini dipandu oleh Ibu Heni Wahyuni, M.Ec.Dev., Ph.D. sebagai moderator. Selain itu, hadir pula Bapak Gumilang Aryo Sahadewo, M.A., Ph.D. (Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni), Bapak Rimawan Pradiptyo, M.Sc., Ph.D. (Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM), Ibu Eny Sulistyaningrum, M.A., Ph.D. (Sekretaris Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM), Dr. Evi Noor Afifah, M.S.E. (Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi FEB UGM), dan Bapak Novat Pugo Sambodo, S.E., MIDEC. (Ketua Pusat Kajian Ekonomika dan Bisnis Syariah FEB UGM). Acara yang dilaksanakan secara luring di Hall Lt. 8 Gedung Pusat Pembelajaran FEB UGM ini berlangsung pukul 13.30-15.30 WIB.
Pada kesempatan tersebut, Bapak Wisnu memaparkan disertasinya yang berjudul “Geographic Poverty Trap in Rural Indonesia: Isolation and Disasters.” Isu isolasi dan bencana alam memang berdampak sangat krusial pada tingkat kemiskinan. Berkaitan dengan kesejahteraan, dikenal istilah jebakan kemiskinan (poverty trap) yang mengungkapkan bahwa kemiskinan sulit diatasi karena terdapat banyak faktor yang saling memengaruhi satu sama lain, sehingga saling mengunci dan menjerat masyarakat dalam kemiskinan menyerupai perangkap. Dalam disertasi tersebut, isu yang diangkat lebih spesifik yaitu jebakan kemiskinan karena faktor geografis. Objek penelitiannya adalah di daerah pinggiran Indonesia dengan kepadatan penduduk rendah, namun jauh dari pusat kota, industri, dan akses pasar. Daerah pinggiran tersebut juga terpencil dan mengalami bencana berdasarkan data yang ada.
Jebakan kemiskinan tersebut berlangsung antar generasi dan antar waktu, di mana orang sulit melepaskan diri dari kondisi tersebut. Hal ini menjadi isu menarik untuk diteliti terkait sejauh mana faktor-faktor yang ada memengaruhi kemiskinan yang terjadi. Hasil dari penelitian ini juga mengarah pada kebijakan pengentasan kemiskinan di wilayah terpencil. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari lokasi geografi (daerah pegunungan), tanah yang kurang baik/kurang menguntungkan (tanah pertanian), minim akses pasar (jarak dari pasar, industri), isolasi fisik (kualitas ke bank, jarak ke kecamatan), dan frekuensi bencana alam (banjir, kekeringan). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah total aset, jumlah kekayaan, dan indeks mata pencaharian. Mengenai pendataan aset, dilakukan mulai dari sepeda sampai rumah. Kebaruan dalam penelitian ini adalah mengenalkan variabel lingkungan, akses pasar, dan isolasi sebagai karakteristik utama. Variabel lingkungan sangat berpengaruh karena terkait pada akses dan pemerataan kebijakan dan penerapannya, termasuk dalam penanganan kemiskinan.
Berdasarkan pengolahan data, diperoleh beberapa hasil penelitian. Pertama, lokasi geografis yang dalam konteks ini adalah tanah pegunungan dinyatakan berpengaruh negatif pada akumulasi aset. Semakin tinggi pegunungan, maka semakin rendah akumulasi asetnya. Kedua, tanah yang kurang baik dalam hal ini adalah kondisi tanah pertanian, dinyatakan berpengaruh negatif pada akumulasi aset. Semakin tidak baik kondisi tanah pertanian, maka semakin rendah akumulasi asetnya. Ketiga, minim akses pasar berpengaruh negatif pada akumulasi aset. Semakin tinggi tingkat minimnya akses pasar, maka semakin rendah akumulasi aset. Keempat, isolasi (jarak ke kecamatan) berpengaruh negatif pada akumulasi aset. Semakin tinggi tingkat isolasi, maka semakin rendah akumulasi aset. Kelima, bencana alam (banjir) berpengaruh positif pada akumulasi aset, sedangkan bencana alam (kekeringan) berpengaruh negatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal. Pemerintah perlu melakukan suatu tindakan untuk mengatasi isolasi dan bencana alam seperti upaya mitigasi dalam bentuk konstruksi infrastruktur (dam, jalan) dan meningkatkan digitalisasi agar mendukung perolehan informasi, pendidikan, dan perdagangan. Akses pasar yang minim dapat diatasi dengan pembangunan fasilitas publik atau perbaikan infrasrukturnya. Penting pula dalam suatu daerah mempunyai SDM yang berkualitas untuk meningkatkan manajemen di desanya. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan taraf pendidikan dan pelaksanaan pelatihan yang menjangkau masyarakat di wilayah pinggiran. (Y)